https://harianrakyatbanten.com

 

JAKARTA - Volume impor baja sepanjang 2021 mengalami kenaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kenaikan impor baja sebesar 23% yang semula 3,9 juta ton di 2020 menjadi 4,8 juta ton di 2021.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menyesalkan banjirnya impor baja justru membahayakan industri baja nasional yang dibangun oleh Bung Karno sebagai fondasi (mother industry) agar perekonomian nasional mandiri dan kuat.

Arjuna menyesalkan banyak importir dalam negeri yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dibanding berkontribusi membangun industri nasional yang kuat. Di tengah era revolusi industri saat ini, perilaku importir semacam itu hanyalah “benalu” bagi perkembangan perekonomian negara.

“Impor baja menggeliat namun hanya menguntungkan segelintir orang dan berbahaya bagi ekonomi nasional jangka panjang. Neraca perdagangan kita bertambah negatif. Ini tentu tidak sehat,” papar Arjuna, Senin (7/02/2022).

Arjuna menilai banjirnya impor baja disebabkan karena dua hal. Pertama, dihapuskannya rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian menyebabkan impor tak bisa lagi dikontrol. Peran pemerintah dihapus untuk mengendalikan impor dan melindungi industri nasional. Kedua, dihapusnya rekomendasi teknis membuat importir dengan mudah mengubah Harmonized System (HS) number dengan keterangan spesifikasi lain agar memenuhi persyaratan pembebasan bea masuk.

Kebijakan ini menurut Arjuna sangat merugikan negara dan pelaku industri dalam negeri. Negara kehilangan pendapatan dan industri nasional terancam gulung tikar karena persaingan yang tidak sehat. Kebijakan ini menurut Arjuna juga membuat importasi rawan dengan praktik perburuan rente dan praktik kejahatan ekonomi namun kewenangan negara sebagai regulator dilucuti.

“Dihapuskannya rekomendasi teknis adalah pintu masuk rente impor. Impor tak terbendung bak air bah. Bahkan dengan mudah negara dikangkangi dengan manipulasi HS number. Ini by desain untuk menguntungkan segelintir orang,” papar Arjuna.

DPP GMNI menawarkan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk mengendalikan impor baja dan melindungi industri nasional. Pertama, GMNI meminta pemerintah memberlakukan kembali kuota impor baja berdasarkan penghitungan Neraca Komoditas Baja Nasional. Sehingga jenis baja yang bisa diproduksi dalam negeri dilarang untuk impor. 

“Menyusun Neraca Komoditas Baja Nasional sangat penting bagi pemerintah untuk melihat jenis baja apa yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri mana yang belum. Sehingga impor terkendali, impor tidak ugal-ugalan hingga merusak iklim industri nasional,” paparnya.

Kedua, DPP GMNI meminta pemerintah memberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). BMAD dan Standarisasi merupakan instrumen yang juga banyak digunakan oleh negara-negara produsen baja dunia untuk melindungi industri dalam negeri mereka seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, dan India.

“Kebijakan BMAD dan SNI untuk mengantisipasi manipulasi kode HS, dumping dan impor kualitas rendah. Semua ini untuk melindungi keselamatan pengguna produk baja, melindungi industri nasional, menciptakan kondisi bisnis yang adil bagi pelaku industri baja nasional,” ungkapnya.


Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.